Thursday, January 22, 2009

Menjadi Manusia Otentik (Reza A.A)

Menjadi Manusia Otentik

Orang yang otentik adalah orang yang bahagia. Mereka adalah orang bebas. Otentisitas adalah hal terindah yang bisa ditawarkan oleh kehidupan kepada kita. Oleh karena itu, setiap orang perlu menjadikan otentisitas sebagai tujuan hidupnya. Ungkapan ini tampaknya tidak berlebihan. Banyak orang menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan hidupnya, dan kebahagiaan yang sejati hanya dapat diperoleh, jika orang mau menjadi dirinya sendiri yang otentik, yang asli, yang tidak dilumuri kemunafikan. Banyak buku, majalah, talk show di televisi, termasuk Oprah, menjadikan otentisitas sebagai tema utama mereka. Beberapa buku best seller juga mengupas tema ini secara populer. Ide normatif dari otentisitas adalah, supaya orang bisa menjadi dirinya sendiri secara sungguh-sungguh. Dalam arti ini, terutama di era ketidakpastian politik, ekonomi, dan sosial seperti sekarang, otentisitas merupakan tujuan tertinggi yang bisa diraih manusia. Akan tetapi sampai sekarang, banyak buku-buku self-help masih mengajarkan orang untuk tidak menjadi dirinya sendiri. Buku-buku itu mengajarkan, supaya orang menjadi lebih dari dirinya sendiri, menjadi lebih baik, dan menjadi seperti tokoh-tokoh tertentu yang sudah sukses, baik di bidang ekonomi maupun kemanusiaan. Inilah yang disebut David Riesman sebagai "individu yang terarah pada individu yang lain" (other-directed individual). Buku-buku semacam ini berdiri di atas pengandaian, bahwa ada orang yang belum berkembang secara maksimal. Oleh karena itu, orang-orang semacam itu perlu dibantu, supaya mereka menyadari bakat-bakat yang mereka miliki, dan mengembangkannya secara maksimal. Setiap orang diajak untuk meraih sesuatu yang belum mereka miliki, terutama dengan mengembangkan diri semaksimal mungkin. Menurut Guignon, pandangan semacam itu justru membuat orang tidak menjadi otentik. Orang menjadi palsu, karena ia ingin menjadi apa yang bukan dirinya sendiri. "Ideal kontemporer tentang otentisitas", demikian tulisnya, "mengarahkan anda untuk menyadari dan menjadi apa yang sudah merupakan diri anda sendiri, yang unik, karakter-karakter definitif yang sudah ada di dalam diri anda. "Fritz Perls, seorang terapis eksistensial, berpendapat bahwa, orang yang tidak bisa menjadi otentik dapat dikategorikan sebagai orang yang neurosis. Neurosis sendiri adalah suatu kondisi, di mana orang berusaha melarikan diri dari dirinya sendiri. Orang yang neurosis telah mengorbankan diri mereka sendiri justru untuk mengembangkan dirinya. Akibatnya, mereka merasa hampa, kering, dan tidak bermakna. Bisa juga dibilang, mereka sudah mati, walaupun tubuhnya masih hidup. Buku-buku self help yang banyak beredar sekarang ini tampaknya sesuai dengan analisis Perls tersebut. Orang diajarkan untuk menjadi kaya melalui cara-cara tertentu, yang sebenarnya tidak sesuai dengan diri mereka. Akibatnya, banyak orang mengorbankan dirinya sendiri justru untuk mengembangkan dirinya. Jika diri sendiri sudah dikorbankan, maka perasaan hampa makna adalah konsekuensi logisnya. Jelaslah, bahwa berani untuk menjadi diri sendiri adalah sumber kebahagiaan. Berani untuk menjadi diri sendiri, apapun itu, adalah obat anti neurosis. Oleh karena itu, pandangan ini layak menjadi tujuan hidup setiap orang. Walaupun begitu, pandangan ini juga sangat sulit diwujukan dalam realitas. Masyarakat dan dunia sosial keseluruhan mempunyai aturan dan tuntutan, yang seringkali menghalangi orang untuk menjadi dirinya sendiri. "Segala sesuatu di dalam eksistensi sosial", demikian Guignon, "menarik kita menjauh dari upaya untuk menjadi diri kita sendiri, untuk alasan sederhana bahwa masyarakat bekerja secara maksimal dengan membuat orang terkurung di dalam mekanisme kehidupan sehari-hari. "Dunia sosial akan berjalan lancar, jika orang memandang diri mereka sendiri sesuai dengan peran sosialnya, serta menjalankan tugas-tugasnya di dalam fungsi sosial tanpa ragu-ragu. Dunia sosial dan peran sosial yang dipaksakan mendorong orang untuk menjadi tidak otentik. Spiritualitas yang kokoh dan cara pandang yang jernih terhadap realitas merupakan kunci untuk tetap otentik di dalam dunia sosial. Asumsi dasar dari semua teori tentang otentisitas adalah, bahwa di dalam diri setiap orang terdapat jati diri yang sejati, yang membedakan orang tersebut dari orang-orang lainnya. Jati diri sejati ini mengandung perasaan-perasaan, kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat, kemampuan-kemampuan, dan kreativitas yang membuat orang tertentu unik, jika dibandingkan dengan orang lainnya. Menurut Guignon, konsep otentisitas memiliki dua aspek pemahaman. Yang pertama adalah pemahaman, bahwa untuk menjadi otentik, orang perlu menemukan jati diri sejati yang ada di dalam diri melalui proses refleksi. Jika orang mampu mencapai pemahaman penuh tentang dirinya sendiri, barulah ia mampu mencapai eksistensi diri yang otentik. Yang kedua, selain menemukan jati diri sejatinya, orang juga perlu mengekspresikan jati diri sejati tersebut di dalam tindakannya ke dunia sosial. Orang perlu untuk menjadi dirinya sendiri di dalam relasinya dengan orang lain. Hanya dengan mengekspresikan jati diri sejatinyalah orang dapat mencapai kepenuhan diri penuh sebagai manusia yang otentik. Guignon lebih jauh berpendapat, bahwa wacana tentang otentisitas diri manusia terkait erat dengan pertanyaan yang sangat mendasar, yakni apa yang paling bermakna di dalam hidup manusia? Dari sudut pandang filsafat manusia, ada dua kemungkinan jawaban. Yang pertama adalah, bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang otentik, yakni hidup berdasarkan keyakinan sendiri. Orang diminta untuk hidup sesuai dengan dirinya sendiri, dan bukan atas keinginan orang lain. Seperti sudah disinggung sebelummya, pandangan ini berdiri di atas pengandaian, bahwa setiap orang memiliki potensi dan bakat yang pantas untuk diekspresikan di dalam aktivitasnya di dunia. Pandangan kedua menekankan, bahwa untuk mencapai hidup yang bermakna, orang perlu mengosongkan dirinya sendiri, dan mengikatkan dirinya pada sesuatu yang lebih besar. Cara pandang ini menegaskan, bahwa orang perlu untuk melepaskan perasaan-perasaan pribadinya, dan mengabdi pada cita-cita yang luhur di luar dirinya sendiri. Cara pandang ini berakar pada pemikiran Dostoevsky, terutama pada novel Brother Kamazarov, ataupun buku-buku lainnya. Di dalam tulisan-tulisannya, Dostoevsky berpendapat, bahwa konflik di dalam dunia modern muncul, karena orang terlalu berfokus pada dirinya sendiri, sehingga menjadi sangat individualistik. Orang seolah terpukau pada dirinya sendiri, sehingga ia terobsesi pada kesuksesan pribadi, dan menganggap orang lain sebagai musuh. Orang saling terisolasi satu sama lain, dan hidup dalam permusuhan. Orang terputus dari komunitasnya, sehingga hidup selalu diwarnai kompetisi, agresivitas, kecemburuan, keterasingan, dan pada akhirnya menciptakan kesedihan yang mendalam. Untuk melawan semua itu, orang perlu melepaskan dirinya dari keinginan dan hasrat. Orang perlu untuk merasa bebas, bahkan dari dirinya sendiri, sehingga terciptalah situasi yang damai. Dengan melepaskan dirinya sendiri, orang bisa bersatu dengan dunia sosial. Hidup pun mengalir dalam kebersamaan dan harmoni. Cara pandang terakhir ini mengajak orang untuk keluar dari kesibukan untuk menjadi diri sendiri, yang justru diidealkan oleh teori otentisitas. Dari sudut pandang ini, menurut Guignon, tujuan tertinggi dari kehidupan adalah menjadi peka terhadap panggilan dari sesuatu yang lebih tinggi dari diri manusia itu sendiri. Orang diajak untuk menyerahkan dirinya pada kehendak Tuhan, pembentukan solidaritas, ataupun pada perjuangan untuk meningkatkan kebebasan di masyarakat. Inti utama dari pandangan ini adalah, bahwa manusia haruslah melepaskan diri dari egonya sendiri yang justru membuatnya tidak bahagia. Dua pandangan ini mendominasi panggung filsafat barat, terutama pemikiran para filsuf yang merefleksikan manusia secara filosofis. Bagi para pendukung teori otentisitas, pandangan bahwa manusia haruslah mengosongkan dirinya untuk menjadi otentik adalah suatu pelecehan terhadap tanggung jawab orang untuk mengembangkan dirinya sendiri. Dengan mengosongkan dirinya sendiri dan berserah pada sesuatu yang lebih besar dari pada dirinya sendiri, orang justru melarikan diri dari tanggung jawabnya sendiri terhadap hidupnya. Orang menjadi dependen. Para pendukung teori otentisitas yakin, bahwa orang baru dapat hidup secara penuh dan bahagia, jika ia menentukan sendiri hidupnya, dan bertanggung jawab atasnya. Dari sudut pandang pendukung teori kekosongan diri, hidup yang ditujukan untuk mencapai ideal diri sendiri memiliki masalah yang besar. Bagi banyak orang, proses untuk mencapai otentisitas ideal diri sendiri justru berakhir pada kekecewaan dan kegagalan. Orang yang gagal mewujudkan ideal ini akan merasa, bahwa ia telah gagal dalam hidupnya. Dapat juga dikatakan, bahwa proses untuk menjadi diri sendiri adalah proses yang elusif, yakni proses yang selalu lepas dari genggaman, walaupun orang sudah berusaha keras menggenggamnya. Di lubang elusifitas ini, banyak penulis menawarkan tips-tips tentang bagaimana supaya orang bisa menjadi dirinya sendiri. "Seringkali", demikian tulis Guignon, "program-program pelatihan untuk menjadi diri sendiri terbukti menipu, koersif, manipulatif, mengontrol partisipan, dan eksploitatif secara finansial. "Disinilah ironisnya, bahwa orang justru kehilangan dirinya sendiri, ketika ia mencoba menemukannya dengan menggunakan pelatihan-pelatihan yang ditawarkan. Pada hemat saya, searah dengan Guignon, program pelatihan yang ditawarkan buku-buku psikologi populer, yang dirancang untuk membantu orang menemukan dirinya sendiri, justru membuat orang terperangkap di dalam cara berpikir ideologis yang sesuai dengan kemauan para perancang program tersebut, yakni kelompok dominan di dalam masyarakat. Akibatnya, orang yang tidak dapat mencapai cara hidup dari ideologi dominan tersebut akan merasa hampa. Mereka akan merasa bahwa apapun yang mereka lakukan selalu gagal. Mereka tidak berdaya, dan justru tidak akan pernah bahagia, selama mereka masih menggunakan cara berpikir kelompok dominan di dalam masyarakat, yang seringkali tidak cocok dengan mereka. Pertanyaan sah selanjutnya adalah, dimanakah posisi anda? Apakah anda adalah orang yang terus menerus berusaha otentik dengan menjadi diri sendiri, lepas dari apa kata orang lain tentang diri anda? Atau, anda adalah orang yang siap untuk mengorbankan diri untuk mencapai sesuatu yang lebih besar dari pada diri anda melalui pengabdian dan pengorbanan? Jawaban saya kembalikan pada anda.***

[1] Tulisan pada bab ini diinspirasikan dari pemikiran Charles Guignon, On Being Authentic, London, Routledge, 2004, hal. 1. Ia mengutipnya dari sebuah website di Amerika.
[2] David Riesman, The Lonely Crowd: A Study of Changing American Character, New Haven, Yale University Press, 1950, dalam ibid, hal. 2.
[3] Guignon, 2004, hal. 3.
[4] Lihat, Fritz Perls, "Four Lectures," in J.Fagan and I.L.Shepherd, eds., Gestalt Therapy Now, New York, Harper Colophon, 1970, hal. 20, 22, dalam Ibid.
[5] Guignon, 2004, hal. 3.
[6] Lihat, ibid, hal. 4.
[7] Lihat, ibid.
[8] Ibid, hal. 5.

Monday, January 19, 2009

Sejarah komunikasi

Sejarah komunikasi

Pada awal kehidupan di dunia, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan.

Pada binatang, selain untuk seks, komunikasijuga dilakukan untuk menunjukkan keunggulan, biasanya dengan sikap menyerang. Munurut sejarah evolusi sekitar 250 juta tahun yang lalu munculnya "otak reptil" menjadi penting karena otak memungkinkan reaksi-reaksi fisiologis terhadap kejadian di dunia luar yang kita kenal sebagai emosi. Pada manusia modern, otak reptil ini masih terdapat pada sistem limbik otak manusia, dan hanya dilapisi oleh otak lain "tingkat tinggi".

Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan, atau tak bertujuan.

Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.

Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komuter seiring dengan industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri. Mencari teori komunikasi yang terbaik pun tidak akan berguna karena komunikasi adalah kegiatan yang lebih dari satu aktifitas. Masing-masing teori dipandang dari proses dan sudut pandang yang berbeda dimana secara terpisah mereka mengacu dari sudut pandang mereka sendiri.

Zaman ES

Sleeping Sun
The sun is sleeping quietly
Once upon a century
Wistful oceans calm and red
Ardent caresses laid to rest
Nightwish - Oceanborn (1998
)

Sepertinya matahari yang tenang, damai, dan tertidur .. apakah matahari memang damai? Apakah matahari? Ada yang tahu matahari? Mari kita tengok pelajaran sejarah sejenak, untuk mengenal matahari kita.

Tidak bisa dipungkiri pemujaan pada matahari merupakan bentuk yang paling awal dan natural ungkapan iman. Untuk manusia pada masa lalu, merupakan maha entitas, karena cahayanya, energi-nya, maka diyakini lah bahwa ada kehidupan, ada pergerakan, ada bentuk, dan selalu ada dimana-mana. Identifikasi matahari sebagai “sang maha” bisa ditemui pada bentuk-bentuk pemujaan dewa-dewa, seperti Mithra oleh bangsa Persia kuno; Horus, Amun, Atum, Aten, Khepri, Ra, Ptah oleh bangsa Mesir kuno, Apollo, Helios, Hyperion oleh bangsa Yunani kuno; Amaterasu oleh bangsa Jepang; Inti, Manco Capac I, Punchau bangsa Inca dan lain sebagai-nya. Baiklah, ini bukan pembahasan keyakinan berketuhanan matahari, tetapi yang harus digaris bawahi adalah, konsepsi “dinamika” matahari telah dipahami manusia dari jaman ke jaman, tentu saja dengan semantika-nya sendiri.

Sejarah kemanusian dan iman berkembang, walaupun pemujaan pada matahari tidaklah menjadi sentral keyakinan peradaban manusia, matahari tetaplah matahari, yang memberikan pengaruh pada peradaban dan kehidupan manusia di muka bumi. Kita tidak akan membahas tentang “berketuhanan matahari” lagi, tapi kita masih dalam jalur sejarah, kita masuki abad pertengahan. Pastinya semua sering mendengar adanya jaman es, disuatu masa jauh sebelum perdaban manusia? Tapi apakah ada yang mendengar adanya jaman es kecil? Disuatu masa di abad pertengahan, terjadilah yang disebut sebagai jaman es kecil ini. Mengapa bisa demikian? Tidak ada dokumentasi sejarah mencatat dengan tepat tentang fenomena ini, tetapi banyak catatan-catatan sejarah yang bisa digunakan untuk menunjukkan bahwa memang terjadi “pendinginan” bumi pada masa tersebut. Bisa dikatakan bahwa awal terjadinya masa musim dingin ini mengalami rentang 400 tahun, dari 1250 ketika gunungan es atlantik mulai berkembang, 1300 ketika musim panas mulai tidak bisa diharapkan terjadi di eropa utara, 1315 ketika terjadi hujan terus-menerus dan kelaparan hebat, 1550 secara teoritis dinyatakan adanya ekspansi glacial global, dan 1650 ketika klimatik minimum yang pertama terjadi. Ilmuwan masih belum bisa memberikan penjelasan yang memuaskan, mengapa terjadi “jaman es kecil ini”, tetapi ada satu kandidat kuat penyebab terjadinya fenomena. Pada periode 1645-1715, aktivitas matahari sangat-sangatlah rendah. Aktivitas matahari ditandai dengan teramatinya bintik matahari (Bintik matahari adalah suatu daerah di permukaan matahari yang relatif lebih “dingin” dari sekitarnya; 5000 K, dibandingkan lingkungannya yang 6000 K; dan menjadikan daerah tersebut lebih gelap dari sekitarnya, membentuk noda-noda hitam pada permukaan matahari). Bahkan ada beberapa tahun, dimana bintik matahari tidak teramati sama sekali. Periode ini dikenal dengan nama Maunder Minimum.

Meskipun pemahaman akan hubungan aktivitas matahari dan iklim global dibumi masih menjadi kajian yang terus menerus digali, tetapi memang ada korelasi yang cukup kuat aktivitas matahari memberikan pengaruh pada iklim global. Kita akan melihatnya. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia, semakin kita mencoba mengenali dan memahami matahari, dan fenomenanya.

langitselatan

Arti Gravitasi

Gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta. Fisika modern mendeskripsikan gravitasi menggunakan Teori Relativitas Umum dari Einstein, namun hukum gravitasi universal Newton yang lebih sederhana merupakan hampiran yang cukup akurat dalam kebanyakan kasus.
Sebagai contoh, Bumi yang memiliki massa yang sangat besar menghasilkan gaya gravitasi yang sangat besar untuk menarik benda-benda disekitarnya, termasuk makhluk hidup, dan benda benda yang ada di bumi. Gaya gravitasi ini juga menarik benda-benda yang ada diluar angkasa, seperti bulan, meteor, dan benda angkasa laiinnya, termasuk satelite buatan manusia.
Beberapa teori yang belum dapat dibuktikan menyebutkan bahwa gaya gravitasi timbul karena adanya partikel gravitron dalam setiap atom.

Fenomena Gravitasi bumi yang hilang

Kanada memiliki gaya gravitasi lebih rendah dibanding permukaan bumi lainnya. Anehnya jika berenang di sana lebih mudah tenggelam. Mestinya kalau gravitasi kecil, tak mudah karam, kan? Apa penyebab fenomena misterius itu?

Sebelumnya kita mesti memahami gravitasi. Sir Isaac Newton adalah penemunya, saat dia menyaksikan sebutir apel jatuh dari pohon. Itulah gravitasi, gaya tarik benda terhadap benda lain.

Bulan juga memiliki gravitasi, namun lebih kecil, sebanding ukurannya yang juga mini. Bagaimana dengan matahari? Karena dia besar, gravitasinya juga besar. Jadi semakin besar konsentrasi massa, semakin besar pula gaya gravitasinya..

Gravitasi membuat setiap benda memiliki bobot. Jika di muka bumi tidak ada gravitasi maka semua benda melayang-layang.


Tidak Merata

Gravitasi di bumi tidak merata. Bumi tidak bulat sempurna melainkan agak lonjong di bagian kutub. Di khatulistiwa seperti Indonesia, gravitasi lebih besar dibanding di kutub. Jadi kalau kita memiliki semangka seberat sepuluh kilogram, bobotnya sedikit berkurang ketika ditimbang di kutub.

Tempat di permukaan bumi yang memiliki gravitasi paling rendah adalah Kanada, tepatnya di Teluk Hudson. Padahal Kanada di luar kutub.

Fenomena misterius itu ditemukan sejak 1960 lalu saat para ahli memetakan sebaran gravitasi di seluruh permukaan bumi. Ternyata, sebagian besar kawasan Kanada “kehilangan” gaya gravitasi.

Kurang percaya dengan fenomena itu, para ahli mengujinya menggunakan dua satelit pemantau pada tahun 2006. Satelit pertama berada pada orbit rendah, yakni 220 km, satunya orbit tinggi (500 km).

Satelit orbit rendah relatif terpengaruh gravitasi bumi. Saat melintasi gunung, orbit bergeser ke bawah sehingga jarak kedua setelit merenggang. Tetapi saat melintas teluk Hudson, satelit orbit rendah bergeser ke atas menjauhi bumi. Ini membuktikan gravitasi di Kanada lebih kecil.

Para ahli belum bisa memastikan penyebab fenomena aneh itu. Dua teori dikembangkan. Yang pertama menduga, perut bumi di Kanada berupa rongga. Lubang mengurangi bobot, sehingga memperlemah gaya gravitasi.

Teori kedua menyatakan dua puluh ribu tahun lalu di bawah Kanada terdapat lapisan es. Lima ribu tahun silam, es mencair sehingga menimbulkan guncangan dalam perut bumi. Efek guncangan masih terasa hingga kini, yakni meredam gaya gravitasi.

Berenang di Teluk Hudson lebih sulit karena kadar garamnya rendah. Sepanjang tahun terjadi pencairan glasier (es) yang membuat kadar garam di laut menurun. Akibatnya daya apung juga berkurang